pemilihan kontrasepsi

Jumat, 19 November 2010 ·
Author: ardi



Praktek kontrasepsi sudah setua keberadaan manusia. Selama berabad-abad, manusia telah mengandalkan imajinasi mereka untuk menghindari kehamilan. Tulisan kuno mencatat pada papirus Kahun 1850 SM memaparkan tentang teknik kontrasepsi yang menggunakan alat pencegah kehamilan di vagina dari kotoran buaya dan adonan fermentasi yang menciptakan lingkungan yang bermusuhan dengan sperma. Selama abad kedua awal di Roma, Soranus Efesus menciptakan ramuan yang sangat asam, terdiri atas buah-buahan, kacang, dan wol yang ditempatkan pada serviks uteri untuk membuat penghalang sperma yang bersifat spermisidal.1




Hari ini, kontrol sukarela kesuburan sangat penting bagi masyarakat modern. Dari perspektif global, sedang terjadi krisis pertumbuhan penduduk yang cepat yang telah mulai mengancam kelangsungan hidup manusia. Saat ini, penduduk dunia telah berlipat ganda dalam 40 tahun dan beberapa negara akan dirugikan secara sosioekonomi saat populasi dunia berlipat ganda dalam waktu kurang dari 20 tahun. Pada skala yang lebih kecil, kontrol yang efektif dalam hal reproduksi penting untuk wanita agar dapat mencapai tujuan individu dan berperan dalam mendukung kesejahteraannya. Pemilihan metode kontrasepsi menimbang beberapa hal seperti seperti efikasi, keamanan, manfaat tanpa kontrasepsi, biaya, dan pertimbangan pribadi.1

Banyak ibu yang ingin menunda kehamilannya pasca persalinan. Namun, keadaan fisiologis ibu pada masa ini diwarnai oleh berbagai pengaturan hormonal yang juga dirancang untuk mengembalikan rahim ibu dan mendukung proses laktasi. Beberapa metode kontrasepsi mendapat tantang akibat keadaan fisiologis ini. Dengan demikian, diperlukan tinjauan pustaka untuk memberikan gambaran tentang mana metode kontrasepsi yang terbaik untuk ibu pasca melahirkan yang memiliki efikasi dan fleksibilitas yang baik serta nyaman dan mudah diterapkan oleh sang ibu.

Sebelum menentukan jenis metode kontrasepsi mana yang terbaik digunakan pasca persalinan, diperlukan tinjauan singkat mengenai jenis-jenis metode kontrasepsi yang dianggap penulis sesuai untuk digunakan pasca persalinan. Metode kontrasepsi yang akan dibahas pada makalah ini mencakup golongan kontrasepsi: 1) pantang berkala: koitus interuptus, amenorhea laktasional, dan keluarga berencana alamiah; 2) hambatan mekanis: kondom pria, kondom wanita, diafragma, dan agen spermisidal; 3) kontrasepsi hormonal: kontrasepsi oral progestin tunggal dan kombinasi; 4) alat kontrasepsi dalam rahim: Copper T380; dan 5) sterilisasi: tubektomi dan vasektomi.

2.1. Pantang berkala

2.1.1. Koitus interuptus

Koitus interuptus adalah penarikan seluruh penis dari vagina sebelum ejakulasi. Pembuahan dicegah dengan kurangnya kontak antara spermatozoa dan sel telur. Metode kontrasepsi ini tetap menjadi alat yang cukup signifikan untuk mengontrol kesuburan di negara berkembang.1

2.1.1.1. Efikasi

Efektifitas tergantung pada kemampuan individu untuk menarik penis sebelum ejakulasi. Tingkat kegagalan diperkirakan sekitar 4% pada tahun pertama jika metode ini dilakukan secara sempurna. Dalam penggunaan biasa, angka ini sekitar 19% selama tahun pertama pemakaian.1

2.1.1.2. Keuntungan

Keuntungannya adalah dalam hal ketersediaan, tanpa alat, tanpa biaya, tidak ada zat kimia, dan penurunan risiko penularan penyakit menular seksual (PMS).1

2.1.1.3. Kekurangan

Kemungkinan kehamilan yang tinggi jika caranya salah atau dilakukan tidak konsisten.1

2.1.2. Amenore laktasional

Peningkatan tingkat prolaktin dan pengurangan gonadotropin-releasing hormone dari hipotalamus selama menyusui dapat menekan ovulasi. Hal ini menyebabkan penurunan pelepasan luteinizing hormone (LH) dan inhibisi maturasi folikel. Durasi penekanan ini bervariasi dan dipengaruhi oleh frekuensi dan lama menyusui serta lamanya waktu sejak lahir. Ibu hanya perlu menyusui untuk dapat sukses menggukan cara ini. Namun, segera setelah mens pertama terjadi, ia harus mulai menggunakan metode lain dalam pengendalian kelahiran untuk menghindari kehamilan.1

2.1.2.1. Efikasi

Jika dilakukan dengan sempurna, kegagalannya dalam 6 bulan pertama adalah 0,5%. Sedangkan tingkat kegagalan khas di 6 bulan pertama adalah 2%.1

2.1.2.2. Keuntungan

Involusi rahim terjadi lebih cepat. Mens ditekan. Metode ini dapat langsung digunakan segera setelah melahirkan. Metode ini juga dapat menurunkan berat badan setelah melahirkan.1

2.1.2.3. Kekurangan

Berapa lama pasien kembali ke masa subur sangat tidak pasti. Sering menyusui mungkin tidak nyaman bagi beberapa ibu. Metode ini tidak boleh digunakan jika ibu terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV).1 Terkendalinya menstruasi oleh metode ini dikaitkan dengan waktu pengenalan makanan tambahan bagi bayi berusia 6-7 bulan post-partum.2

2.1.3. Keluarga berencana alamiah

Keluarga berencana alamiah merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk mengatur kesuburan, khususnya bagi mereka dengan keyakinan agama atau budaya yang tidak mengijinkan perangkat atau obat-obatan untuk kontrasepsi. Metode ini mencakup pantang berkala dimana pasangan mencoba untuk menghindari hubungan seksual selama masa subur wanitanya, yaitu sekitar waktu ovulasi. Teknik untuk menentukan masa subur antara lain metode kalender, metode lendir leher rahim, atau metode simptotermal.1

Metode kalender didasarkan pada 3 asumsi sebagai berikut: (1) sel telur manusia hanya dapat dibuahi sekitar 24 jam setelah ovulasi, (2) spermatozoa dapat mempertahankan kemampuan mereka untuk pembuahan hanya 48 jam setelah koitus, dan (3) ovulasi biasanya terjadi 12-16 hari sebelum dimulainya menstruasi berikutnya. Mens dicatat selama 6 siklus untuk mencari lama masa subur terdekat. Hari paling awal dari masa subur ditentukan oleh jumlah hari dalam siklus haid terpendek dikurangi 18. Untuk menentukan hari terakhir dari masa subur, dapat dihitung dengan jumlah hari dalam siklus terpanjang dikurangi 11.1

Dengan metode lendir leher rahim, wanita mencoba untuk memprediksi masa suburnya dengan mengukur lendir serviks menggunakan jari-jarinya. Di bawah pengaruh estrogen, kuantitas lendir semakin meningkat dan semakin lebih elastis dan sampai hari puncak tercapai. Hal ini diikuti oleh semakin kering dan sedikitnya lendir akibat sekunder pengaruh progesteron yang tetap ada sampai permulaan menstruasi berikutnya. Hubungan seksual diperbolehkan 4 hari setelah lendir serviks maksimal sampai menstruasi.1

Metode simptotermal memprediksi hari pertama puasa dengan menggunakan salah satu metode kalender atau lendir hari pertama, lau dicatat mana yang pertama. Akhir masa subur diperkirakan dengan mengukur suhu tubuh basal. Suhu tubuh basal wanita relatif rendah selama fase folikuler dan meningkat pada fase luteal dari siklus haid sbegai respon terhadap efek termogenik progesteron. Peningkatan suhu dapat bervariasi antara 0,2-0,5 ° C. Suhu tinggi dimulai dari 1-2 hari setelah ovulasi dan sesuai dengan meningkatnya tingkat progesteron. Hubungan seksual dapat dilanjutkan saat 3 hari setelah kenaikan suhu.1

2.1.3.1. Efikasi

Tingkat kegagalan pada penggunaan tipikal diperkirakan sekitar 25%.1

2.1.3.2. Keuntungan

Tidak ada efek samping hormonal yang terjadi. Hal ini mungkin satu-satunya metode yang diterima pasangan dengan alasan budaya atau agama. Selain itu, pasien akan segera kembali ke masa subur saat penggunaan dihentikan.1

2.1.3.3. Kekurangan

Cara ini hanya cocok untuk wanita dengan siklus teratur dan dapat diprediksi. Pantang lengkap diperlukan selama masa subur kecuali kontrasepsi cadangan digunakan. Metode ini membutuhkan disiplin. Metode ini tidak efektif jika penggunaan tidak benar. Tingkat kegagalan relatif tinggi. Metode ini tidak melindungi pasien terhadap PMS.1

2.2. Hambatan mekanis

2.2.1. Kondom pria

Kondom pria terdiri atas sarungnya yang tipis dan menyelubungi glans maupun batang penis yang dipakai sebelum masuk ke vagina. Kondom ini adalah salah satu hambatan mekanik yang paling populer. Di antara semua metode penghalang, kondom memberikan perlindungan yang paling efektif pada saluran kelamin dari PMS. Penggunaannya telah meningkat 13,2-18,9% di antara semua wanita usia reproduksi karena keprihatinan mengenai infeksi HIV dan PMS lainnya. Hal ini mencegah kehamilan dengan bertindak sebagai penghalang terhadap air mani untuk kontak dengan dalam vagina.1

Gambar 1. Kondom pria merupakan hambatan mekanis dari lateks atau poliuretan. Kondom harus dipaskan di sepanjang penis yang ereksi. Kondom cukup murah untuk dipakai tiap hari dan efektif mencegah kehamilan dan PMS.

2.2.1.1. Efikasi

Tingkat kegagalan kondom dalam pasangan yang menggunakannya secara konsisten dan benar selama tahun pertama diperkirakan sekitar 3%. Namun, tingkat kegagalan atas pemakaian yang benar diperkirakan sekitar 14% selama tahun pertama penggunaan tipikal. Perbedaan ini ditandai dari tingkat kegagalan yang mencerminkan kesalahan dalam penggunaan. Kesalahan yang sama dalam penggunaan kondom antara lain kegagalan untuk menggunakan kondom setiap melakukan hubungan dan seluruh hubungan, menggunakan pelumas yang tidak benar dengan kondom lateks (misalnya, berbasis minyak pelumas), penempatan yang salah kondom pada penis, dan teknik penarikan kondom yang buruk.1

2.2.1.2. Keuntungan

Kondom tersedia dan biasanya murah. Metode ini melibatkan pasangan laki-laki dalam pemilihan kontrasepsi. Kondom efektif terhadap kehamilan maupun PMS.1

2.2.1.3. Kekurangan

Kondom kemungkinan dapat menurunkan kenikmatan seks. Beberapa pengguna mungkin alergi terhadap lateks. Kondom yang bocor dan penurunan efektivitas akibat selip. Berbasis minyak pelumas dapat merusak kondom.1

2.2.2. Kondom wanita

Kondom wanita adalah sarung poliuretan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai, mirip dengan kondom laki-laki. Kondom ini berisi 2 cincin fleksibel dengan ukuran 7,8 cm dan 17 cm. Cincin di ujung yang tertutup dari sarungnya berfungsi sebagai jangkar internal yang ditempatkan di dalam saluran vagina. Cincin yang lain membentuk ujung luar kondom dan tetap berada di luar vagina setelah insersi penis.1

Gambar 2. Kondom wanitas, seperti kondom pria, merupakan hambatan mekanis dari lateks atau poliuretan. Kondom memiliki cincin pada masing-masing ujungnya. Cincin diletakkan di dalam vagina tepat melingkupi serviks sementara cincin lainnya yang terbuka di luar vagina dan menutupi vulva.

Kondom wanita dapat mencegah kehamilan dengan bertindak sebagai penghalang terhadap air mani untuk kontak dengan vagina. Penggunaan bersama kondom laki-laki dan wanita tidak dianjurkan karena dapat terkait satu sama lain, menyebabkan selip atau lepas.1 Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa meskipun masalah mekanis sering terjadi pada kondom wanita daripada pria. Jenis kondom ini dapat melibat risiko serupa terpapar semen. Paparan semen ini dikairkan dengan masalah mekanis yang dilaporkan sendiri oleh pasien.3

2.2.2.1. Efikasi

Keberhasilan uji coba masih terbatas. Uji coba awal menunjukkan tingkat kehamilan sebesar 15% dalam 6 bulan. Kurang dari 1% dari wanita di Amerika Serikat menggunakan metode kontrasepsi ini.1

2.2.2.2. Keuntungan

Kondom wanita memberikan perlindungan kepada labia dan pangkal penis selama hubungan seksual. Selubung ini dilapisi di bagian dalam dengan pelumas berbasis silikon. Kondom tidak memburuk dengan berbasis minyak pelumas. Hal ini dapat disisipkan selama 8 jam sebelum hubungan seksual.1

2.2.2.3. Kekurangan

Pelumas tidak mengandung spermisida dan perangkat ini sulit untuk ditempatkan di dalam vagina. Cincin dalam juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Beberapa pengguna merasa kondom wanita sulit dipakai. Kondom wanita dapat menyebabkan infeksi saluran kemih jika dibiarkan di dalam vagina untuk waktu yang lama.1

2.2.3. Diafragma

Diafragma adalah cangkir lateks dangkal dengan mekanisme dimana tepinya terus di tempat di vagina. Diafragma diproduksi dengan berbagai diameter. Pemeriksaan panggul dan pengukuran panjang diagonal dari saluran vagina akan menentukan ukuran diafragma yang benar. Alat kontrasepsi ini dimasukkan sebelum hubungan seksual sehingga tepi posterior cocok ke fornix posterior dan tepi anterior ditempatkan di belakang tulang kemaluan (os pubic). Krim atau jelly spermisidal dioleskan ke bagian dalam kubah yang kemudian mencakup leher rahim.1

Gambar 3. Diafragma yang terpasang antara vagina dan servik sebagai penghalang mekanis.

Diafragma mencegah kehamilan dengan bertindak sebagai penghalang terhadap air mani ke serviks. Setelah dalam posisinya, diafragma efektif selama 6 jam. Jika diafragma tidak dilepas dalam interval yang lebih lama, spermisida baru harus ditambahkan pada aplikator. Setelah hubungan seksual, diafragma harus dibiarkan di tempatnya setidaknya 6 jam.1 Beberapa praktisi menunjukkan bahwa spermisida tidak memberikan tambahan perlindungan kontraseptif pada penggunaannya dengan diafragma.4

2.2.3.1. Efikasi

Efektivitas diafragma tergantung pada usia pengguna, pengalaman atas penggunaannya, kontinuitas penggunaan, dan penggunaan spermisida. Angka kegagalan pada penggunaan yang tipikal di tahun pertama diperkirakan 20.1.

2.2.3.2. Keuntungan

Diafragma tidak mengganggu penggunaan hormon. Kontrasepsi ini diputuska oleh wanita . Diafragma dapat ditempatkan oleh wanita untuk antisipasi terhadap hubungan seksual.1

2.2.3.3. Kekurangan

Penggunaan jangka panjang selama beberapa kali hubungan seksual dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Penggunaan selama lebih dari 24 jam tidak dianjurkan karena kemungkinan risiko sindrom kejutan toksik (toxic shock syndrome [TSS]). Diafragma memerlukan profesional untuk memasangnya. Pemasangan diafragma yang buruk dapat menyebabkan erosi vagina. Diafragma memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Penggunaan diafragma membutuhkan keahlian. Diafragma dapat mengembangkan bau jika tidak dibersihkan.1

2.2.4. Agen spermisidal

Spermisida vagina terdiri atas basa yang dikombinasikan dengan nonoxynol 9 atau octoxynol. Agen spermisidal sebenarnya terdiri atas surfaktan yang menghancurkan membran sel sperma. Basa ini dalam bentuk sediaan seperti busa vagina, supositoria, jeli, film, tablet berbusa, dan krim. Spermisida ini harus dimasukkan ke dalam vagina sebelum setiap hubungan seksual. Penggunaan agen spermisidal juga mengurangi risiko infeksi oleh virus dan bakteri yang menyebabkan PMS tetapi data klinis tentang keberhasilannya untuk mencegah penularan HIV masih terbatas. Nonoxynol-9 bersifat racun bagi lactobacilli yang merupakan bagian dari flora normal vagina. Efek sampingnya adalah kolonisasi vagina yang meningkat oleh bakteri Escherichia coli yang dapat menjadi predisposisi bakteriuria setelah hubungan seksual. Spermisida mencegah sperma untuk memasuki rahim pasien dengan menyerang flagela dan tubuh sperma, mengurangi mobilitasnya, dan mengganggu aktivitas fructolytic, sehingga menghambat makanan sperma.1 Inaktivasi in vitro atas Chlamydia trachomatis dan panel DNA virus HSV-2, CMV, adenovirus, serta RNA virus RSV, enterovirus, dan virus lainya, oleh spermisida benzalkonium klorida.5

2.2.4.1. Efikasi

Penggunaan yang sempurna memiliki angka kegagalan di tahun pertama sebesar 6%. Sedangkan penggunaan tipikal memiliki angka kegagalan di tahun pertama sebesar 26%.1

2.2.4.2. Keuntungan

Pelumasan disediakan oleh spermisida yang dapat meningkatkan kepuasan kedua pasangan. Keuntungan lainnya adalah kemudahan aplikasi atau pengolesannya. Pasangan dapat membeli dan menggunakan spermisida karena mudah diakses, tersedia di mana-mana dan murah. Penggunaan spermisida memerlukan minimal pasien yang terdidik. Hal ini menambah efikasi kontrasepsi kap serviks dan diafragma. Spermisida tidak menghasilkan efek sistemik yang merugikan.1

2.2.4.3. Kekurangan

Spermisida memberikan perlindungan minimal dari PMS. Penyisipan kontrasepsi ini mungkin tidak nyaman bagi sebagian pasangan. Iritasi vagina dapat terjadi dan spermisida dapat menyebabkan reaksi alergi.1 Penggunaan kontrasepsi vagina dan spermisida yang mengandung Nonoxynol-9 dapat mengiritasi vagina dan rektum serta meningkatkan risiko terinfeksi HIV dari pasangan yang terinfeksi.6

2.3. Kontrasepsi hormonal

2.3.1. Kontrasepsi oral progestin tunggal

Kontrasepsi oral progestin tunggal, juga dikenal sebagai minipills, tidak digunakan secara luas di Amerika Serikat. Kurang dari 1% pengguna kontrasepsi oral menggunakan mereka sebagai metode kontrasepsi tunggal. Dipergunakan oleh wanita yang menyusui dan wanita dengan kontraindikasi terhadap estrogen. Dua formulasi yang tersedia memiliki dosis progestin dari kontrasepsi oral kombinasi. Satu formulasi mengandung 75 mcg norgestrel. Yang lain memiliki 350 mcg norethindrone.1

Cara kerja kontrasepsi melibatkan kombinasi mekanisme mirip kontrasepsi oral kombinasi, tetapi tidak memiliki efikasi yang lebih baik. Mekanisme aksinya meliputi (1) penekanan ovulasi (tidak seragam di seluruh siklus), (2) meredakan efek variabel pada pertengahan siklus puncak LH dan FSH, (3) peningkatan viskositas lendir serviks dengan penurunan volume dan perubahan struktur; (4) penurunan jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, yang mengarah ke atrofi endometrium yang tidak baik untuk implantasi sel telur, dan (5) pengurangan motilitas silia di tuba falopi, sehingga memperlambat laju transportasi sel telur.1

2.3.1.1. Efikasi

Progestin serum mencapai kadar puncak sekitar 2 jam setelah pemberian. Dalam waktu 24 jam, distribusi terjadi sangat cepat dan diikuti pengembalian kadarnya ke baseline (eliminasi). Efikasi yang lebih tinggi dicapai dengan pemberian konsisten. Kegagalan pada penggunaan yang tipikal diperkirakan 7% pada tahun pertama pemakaian. Namun, berbagai variasi penggunaan dapat menambah angka kegagalan.1

2.3.1.2. Keuntungan

Karena kurangnya estrogen, bukti komplikasi serius yang dapat berkontribusi terhadap estrogen (misal, tromboemboli) hanya berperan minimal. Manfaat non-kontrasepsi antara lain penurunan dismenore, penurunan kehilangan darah menstruasi, dan penurunan gejala sindroma pra-menstruasi. Tidak seperti DMPA, pasien segera kembali subur setelah penghentian kontrasepsi oral ini.1

2.3.1.3. Kekurangan

Kekurangan yang paling merugikan adalah kebutuhan untuk terus-menerus digunakan. Pengguna perlu diberi konseling tentang perlunya metode cadangan jika pil kontrasepsi diambil terlambat atau terlewatkan. Sebuah pil dianggap terlambat jika konsumsi terjadi 3 jam setelah waktu yang ditetapkan. Jika pil meleset, pil itu harus diambil secepat mungkin dan pil berikutnya harus diambil pada waktu yang dijadwalkan. Cadangan kontrasepsi harus digunakan untuk 48 jam berikutnya. Perdarahan dan bercak yang umum di luar jadwal mens dapat terjadi bahkan dengan penggunaan yang benar. Efek samping lainnya termasuk mual, nyeri payudara, sakit kepala, dan amenore.1 Penggunaan pil kontrasepsi dilaporkan pula berkemungkinan untuk memiliki risiko sedang kanker payudara pada wanita muda.7

2.3.2. Kontrasepsi oral kombinasi

Sebelum tahun 1992, komponen estrogenik kontrasepsi oral terdiri estradiol ethinyl atau mestranol. Sekarang ini, estradiol ethinyl digunakan dalam semua olahan yang mengandung estrogen 35 mikrogram atau kurang. Komponen progestin terdiri atas norethindrone, levonorgestrel, norgestrel, norethindrone asetat, diacetate ethynodiol, norgestimate, dan desogestrel. Pengembangan utama lainnya adalah pengurangan dosis estradiol ethinyl sampai 20 mcg.[22] Dorongan utamanya adalah untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi efek samping. Namun, ada sedikit data yang menunjukkan apakah penurunan dosis estrogen dikaitkan dengan penurunan risiko gejala sisa yang serius atau tidak. Dosis rendah berhubungan dengan penurunan kejadian buruk terkait efek estrogen, seperti kenaikan berat badan, nyeri payudara, dan mual.1

Sekarang ini, terdapat lebih dari 30 formulasi oral kontrasepsi yang tersedia. Kontrasepsi oral monophasic memiliki dosis konstan estrogen dan progestin dalam setiap pil hormon yang aktif. Sedangkan kombinasi phasic dapat mengubah salah satu atau kedua komponen hormonal tersebut. Penggunaan harus dimulai pada hari pertama mens atau hari Minggu pertama setelah mens dimulai. Sebanyak 21 formulasi pil hormon diberikan dan diikuti penggunaan 7 pil plasebo. Hal ini memudahkan asupan pil setiap hari konsisten.1

Jika seorang wanita melewatkan 1 atau 2 pil, ia harus mengambil 1 tablet segera setelah ia ingat. Dia kemudian mengambil 1 tablet dua kali sehari sampai cakupan pil terjawab dicapai. Wanita yang telah melewatkan lebih dari 2 pil berturut-turut harus dianjurkan untuk menggunakan metode kontrasepsi cadangan secara simultan untuk menyelesaikan paket pil sampai mens berikutnya.1

Pencegahan ovulasi dianggap sebagai mekanisme aksi yang dominan. Baik estrogen maupun progesteron saja sudah mampu menghambat FSH dan LH untuk mencegah ovulasi. Kombinasi dari 2 steroid menciptakan efek sinergis yang sangat meningkatkan antigonadotropic dan efek penghambat ovulasi yang dimilikinya. Mereka juga mengubah konsistensi lendir serviks, mempengaruhi lapisan endometrium, dan mengubah transportasi tuba.1

2.3.2.1. Efikasi

Tingkat kegagalan berkorelasi dengan kepatuhan individu. Tingkat kegagalan berkisar dari 0,1% pada penggunaan yang sempurna dan 5% untuk penggunaan yang tipikal.1

2.3.2.2. Keuntungan

Kontrasepsi oral digunakan sebagai pengobatan untuk menstruasi yang tidak teratur karena mens menjadi lebih teratur dan dapat diprediksi. Wanita dapat memanipulasi penggunaan untuk menghindari siklus mens selama acara tertentu, seperti liburan atau akhir pekan, dengan memperpanjang hari-hari jumlah asupan aktif pil hormon atau dengan melewatkan minggu pil plasebo. Kontrasepsi oral mencegah tumor jinak, seperti penyakit payudara jinak, penyakit radang panggul (PID), dan kista fungsional. Kista fungsional dapat timbul dan menekan stimulasi ovarium oleh FSH dan LH. Kehamilan ektopik dapat dicegah dengan penghentian ovulasi.1

Kontrasepsi oral diketahui dapat mencegah kanker ovarium dan epitel endometrium. Sebuah penelitian menemukan penurunan risiko 40% atas terjadinya keganasan dan kanker epitel ovarium borderline. Perlindungan ini muncul setidaknya hingga 15 tahun setelah penggunaan dihentikan dan meningkat dengan lamanya penggunaan. Perlindungan ini belum diteliti pada dosis rendah atau pada wanita dengan sindrom genetik kanker ovarium. Penggunaan kontrasepsi oral berkaitan dengan pengurapenurunan 50% risiko adenokarsinoma endometrium. Perlindungannya dapat bertahan selama setidaknya 15 tahun setelah penggunaan dihentikan.1

2.3.2.3. Kekurangan

Efek samping yang merugikan antara lain mual, nyeri payudara, perdarahan, amenore, dan sakit kepala. Kontrasepsi oral tidak memberikan perlindungan dari PMS. Pemberian harian diperlukan dan penggunaan tidak konsisten dapat meningkatkan tingkat kegagalan. Beberapa bulan keterlambatan siklus ovulasi dapat terjadi setelah penghentian kontrasepsi oral. Wanita yang terus mengalami amenore setelah periode penghentian selama 6 bulan memerlukan evaluasi lengkap untuk mencari tahu penyebabnya.1 Beberapa penelitian menunjukkan adanya risiko kumulatif tergantung dosis atas penggunaan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen.8

2.4. Alat kontrasepsi dalam rahim

2.4.1. Copper T380

Hingga tahun 2000, hanya 2 alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR atau IUD) tersedia di Amerika Serikat, yaitu Copper T380 dan pelepas progesteron, Progestasert. Lebih dari 2 juta wanita di Eropa telah menggunakan bentuk kontrasepsi ini dalam dekade terakhir dengan kesuksesan besar. Sebuah IUD dapart menyebabkan lendir leher rahim menjadi tebal dalam hal konsistensi, sehingga mengubah migrasi sperma. IUD juga menyebabkan penekanan endometrium.1 Obat anti-inflamasi dan obat lainnya yang digunakan wanita telah diteliti dapat menyebabkan kegagalan IUD. Hanya saja, riwayat ekspulsi IUD sebelumnya ditemukan menjadi faktor risiko kegagalan IUD yang menunjukkan bahwa wanita ini harus mendapat tindak lanjut teratur dan USG untuk memastikan efektifitas IUD.9

Gambar 4. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR atau IUD).

2.4.1.1. Efikasi

Tingkat kegagalan sebesar 0,6% pada penggunaan Copper T380. Persentase wanita yang terus menggunakan bentuk kontrasepsi ini setelah 1 tahun penggunaan adalah 78% dengan Copper.1

2.4.1.2. Keuntungan

IUD tidak menghasilkan efek sistemik yang merugikan. Kehamilan ektopik dapat berkurang, tetapi rasio kehamilan extrauterine dibandingkan intrauterin meningkat jika pembuahan tidak terjadi.1

2.4.1.3. Kekurangan

IUD dihubungkan dengan risiko perforasi uterus pada saat insersi. Peningkatan dismenore terjadi pada penggunaan Copper T380. Peningkatan kehilangan darah menstruasi terjadi di beberapa siklus pertama penggunaan Copper T380. Apakah IUD dapat meningkatkan risiko PID masih kontroversial. IUD tidak memiliki manfaat non-kontrasepsi yang dimiliki kontrasepsi hormonal. IUD tidak melindungi terhadap PMS. Kehamilan ektopik ditemukan pada setengah pengguna IUD yang diduga karena wanita tidak menggunakan kontrol kelahiran. Risiko kehamilan ektopik secara keseluruhan kurang dari wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi.1 Ditemukan pula adanya beberapa mikroba anaerobik atau aerobik yang dihubungkan dengan penggunaan IUD.10

2.5. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan metode kontrasepsi permanen yang elektif. Dalam kaitan dengan pembatalan sterilisasi, tingkat keberhasilan tercatat lebih besar pada reanastomosis tuba dibandingkan dengan reanastomosis vas deferens.1

2.5.1. Tubektomi

Sekitar 1 juta wanita Amerika telah disterilkan baik oleh operasi pada saluran tuba maupun dengan histerektomi setiap tahunnya. Wanita yang telah disterilisasi dapat mencegah pembuahan dengan memutus saluran tuba. Sterilisasi dapat dilakukan dengan operasi pada periode pasca melahirkan dengan sayatan kecil melintang infraumbilical atau selama periode interval. Sterilisasi selama periode interval dapat dilakukan dengan laparoskopi, laparotomi, atau colpotomy. Metode sterilisasi tuba fallopi mencakup oklusi dengan cincin Falope, klip, atau band; dengan penghancuran secara elektrokoagulasi; atau jahitan ligasi segmental dengan salpingectomy parsial.1

2.5.1.1. Efikasi

United States Collaborative Review of Sterilization telah meneliti tingkat kegagalan sterilisasi wanita. Angka kegagalan kumulatif selama 10 tahun pada masing-masing metode ligasi tuba adalah sebagai berikut: metode klip pegas, 3,7%; koagulasi bipolar, 2,5%; salpingectomy parsial interval, 2%; gelang karet silikon, 2%; dan salpingectomy setelah melahirkan, 0,8% .1

Gambar 5. Teknik operasi sterilisasi tubektomi

2.5.1.2. Keuntungan

Wanita yang disterilisasi tidak perlu memanipulasi sistem hormon. Cara ini juga merupakan bentuk kontrasepsi yang permanen. Tidak ada data yang menunjukkan bahwa perubahan libido, siklus menstruasi, atau laktasi dapat terjadi.1

2.5.1.3. Kekurangan

Sterilisasi wanita adalah prosedur yang melibatkan anestesi umum atau regional. Cara ini merupakan kontrasepsi permanen dan pasien dapat menyesali keputusannya nanti, terutama wanita muda <30 tahun. Penyesalan sulit diukur karena mencakup spektrum kompleks perasaan yang dapat berubah sepanjang waktu. Hal ini membantu menjelaskan bahwa walaupun beberapa penelitian telah melaporkan “penyesalan” pada 26% wanita, kurang dari 20% mencari pengembalian dan kurang dari 10% menjalani prosedur pengembalian.1

2.5.2. Vasektomi

Vasektomi melibatkan insisi dari skrotum, memotong lintang vas deferens, dan oklusi dari kedua ujungnya yang telah putus dengan ligasi jahitan atau fulgurasi. Prosedur ini biasanya dilakukan pada pasien dengan anestesi lokal dalam keadaan rawat jalan. Komplikasi meliputi pembentukan hematoma dan granuloma sperma. Resolusi spontan sangat jarang terjadi. Setelah sterilisasi, sisa sperma masih tetap ada pada duktus ejakulasi. Orang itu tidak dianggap steril sampai ia ejakulasi. Hal ini biasanya membutuhkan 15-20 ejakulasi. Vasektomi mencegah perjalanan sperma ke dalam air mani dengan menghalangi jalan vas deferens.1 Sementara terdapat bukti bahwa tidak ada kaitan antara vasektomi dan kanker prostat, terdapat beberapa petunjuk bahwa keterkaitan tersebut dapat muncul pada kelompok tertentu, contohnya pria yang memiliki riwayat keluarga kanker prostat, pria yang menjalani vasektomi pada usia muda atau saat beberapa dekade setelah operasi vasektomi. Tetapi satu penelitian membuktikan bahwa tidak ada pula kaitan antara risiko kanker prostat tersebut dengan vasektomi.11

Gambar 6. Teknik operasi sterilisasi vasektomi.

2.5.2.1. Efikasi

Tingkat kegagalan sterilisasi pria sangat kecil adalah sekitar 0,1%. Namun, tindakan sterilisasi sangat sulit untuk diputuskan oleh beberapa orang.1

2.5.2.2. Keuntungan

Vasektomi tidak melibatkan hormon, bersifat permanen, dan merupakan prosedur yang dapat dilakukan dengan rawat jalan, cepat, dan membawa resiko terkait prosedur yang minimal.1

2.5.2.3. Kekurangan

Pasien mungkin menyesali keputusan mereka setelah prosedur. Alternatif kontrasepsi diperlukan sampai ejakulasi ini dianggap bebas dari sperma. Vasektomi tidak mencegah PMS. Dalam jangka pendek, pasien dapat mengalami ketidaknyamanan.1 Sumbatan atau cedera testikel unilateral terhadap vas deferens dapat menyebabkan cedera lanjutan yang serius pada testikel di sisi kontralateralnya.12

2.6. Alat kontrasepsi yang terbaik digunakan pasca persalinan

Kontrasepsi yang terbaik tentu disesuaikan dengan bagaimana kondisi pasien, seberapa lama kesuburan ingin dihambat (permanen/tidak, terus-menerus/sesuai kebutuhan), efek sistemik yang minimal, mudah digunakan dan tingkat kegagalan yang kecil.

Jika ditinjau dari efikasi atau tingkat kegagalan yang kecil, tentu sterilisasi merupakan pilihan terbaik tetapi kekurangannya pasien tidak mendapatkan kesuburan lagi saat diinginkan kembali. Kekurangan ini didapati baik pada pelaku tubektomi maupun vasektomi meskipun kehidupan seksual mereka tidak terganggu. Dalam situasi pasca persalinan, sterilisasi masih memungkinkan dilakukan segera setelahnya.

Meskipun IUD memiliki tingkat kegagalan yang rendah dan reversibel dalam menghambat kesuburan, dalam situasi pasca persalinan, metode ini harus menunggu selesai masa nifas untuk pemasangannya mengingat kondisi uterus yang belum memungkinkan untuk menerima alat kontrasepsi ini. Selain itu, pemasangannya membutuhkan tenaga kesehatan profesional.

Sama halnya dengan IUD, kontrasepsi hormonal jenis manapun memerlukan tenggang waktu pasca persalinan dan masih diperdebatkan efeknya terhadap proses menyusui yang melibatkan sistem hormonal. Setidaknya, selama ibu ingin menyusui secara optimal, metode ini harus ditunda dan hal ini dapat memberikan kesempatan untuk terjadi pembuahan jika pasien melakukan hubungan seksual. Meskipun sebenarnya, proses menyusui sendiri merupakan metode amenorrhea laktasional.

Dari beberapa metode di atas, mulai terlihat bahwa metode kontrasepsi yang paling mendominasi situasi pasca persalinan adalah kelompok pantang berkala, lalu diikuti oleh metode hambatan mekanis. Dari berbagai cara kontrasepsi hambatan mekanis, kondom pria merupakan cara paling umum dan termudah tetapi seringkali cara ini mendapat tantangan dari pasangan pria dan kemampuan untuk melakukan pemasangan kondom yang benar.

Dari metode pantang berkala, koitus interuptus cukup reliabel untuk digunakan karena praktis dan minimal invasif (tidak perlu memasukkan alat, zat hormonal atau potensi alergi). Sedangkan sistem kalender kadang masih sulit ditetapkan mengingat siklus menstruasi tiap wanita tidak selalu seragam apalagi siklus ini mengalami perubahan drastis pasca persalinan.

Cara pantang berkala ketiga adalah amenorrhea laktasional karena hal ini juga akan mendukung involusi uterus dan memberikan nutrisi yang cukup untuk bayinya. Jika menyusui bukan masalah, metode ini merupakan metode kontrasepsi terbaik untuk wanita pasca persalinan hingga usia 6 bulan setelah persalinan. Setelah itu, ibu dapat melanjutkan pada kontrasepsi hormonal. Juga dapat dikombinasikan dengan koitus interuptus atau kondom pria untuk menekan angka kegagalan kontrasepsi.

Kesimpulan, dari banyaknya pilihan untuk digunakan sebagai metode kontrasepsi pasca persalinan, metode kontrasepsi berikut ini dapat digunakan: 1) pantang berkala: koitus interuptus, amenorhea laktasional, dan keluarga berencana alamiah; 2) hambatan mekanis: kondom pria, kondom wanita, diafragma, dan agen spermisidal; 3) kontrasepsi hormonal: kontrasepsi oral progestin tunggal dan kombinasi; 4) alat kontrasepsi dalam rahim: Copper T380; dan 5) sterilisasi: tubektomi dan vasektomi. Tentu saja setiap metode tersebut memerlukan kondisi tertentu untuk dapat dilakukan secara efekltif dalam konteks pasca persalinan.

Penulis menyimpulkan bahwa metode amenorrhea laktasional merupakan metode kontrasepsi terbaik untuk situasi pasca persalinan. Penggunaannya akan jauh lebih baik jika dikombinasikan dengan metode lain untuk mengurangi tingkat kegagalan. Namun demikian, tingkat kegagalan ini metode ini jika dilakukan dengan sempurna cukup kecil, yaitu 0,5%. Selain itu, cara ini dapat memberikan penghambatan setiap saat dan mudah dilakukan kecuali menyusui menjadi masalah bagi sang ibu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Samra-latif OM, Wood E. Contraception. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/258507-print.

2. Simondon KB, Delaunay V, Diallo A, Elguero E, Simondon F. Lactational amenorrhea is associated with child age at the time of introduction of complementary food: a prospective cohort study in rural Senegal, West Africa. The American Journal of Clinical Nutrition. 2003;78(1):154-161.

3. Macaluso M, Blackwell R, Jamieson DJ, et al. Efficacy of the male latex condom and of the female polyurethane condom as barriers to semen during intercourse: a randomized clinical trial. American Journal of Epidemiology. 2007;166(1):88-96.

4. Cook L, Nanda K, Grimes D. The diaphragm with and without spermicide for contraception: a Cochrane review. Human Reproduction {(Oxford,} England). 2002;17(4):867-869.

5. BĂ©lec L, Tevi-Benissan C, Bianchi A, et al. In vitro inactivation of Chlamydia trachomatis and of a panel of {DNA} {(HSV-2,} {CMV,} adenovirus, {BK} virus) and {RNA} {(RSV,} enterovirus) viruses by the spermicide benzalkonium chloride. The Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2000;46(5):685-693.

6. Over-the-counter vaginal contraceptive and spermicide drug products containing nonoxynol 9; required labeling. Final rule. Federal Register. 2007;72(243):71769-71785.

7. Althuis MD, Brogan DR, Coates RJ, et al. Hormonal content and potency of oral contraceptives and breast cancer risk among young women. British Journal of Cancer. 2003;88(1):50-57.

8. Koomen ER, Joosse A, Herings RM, et al. Estrogens, oral contraceptives and hormonal replacement therapy increase the incidence of cutaneous melanoma: a population-based case-control study. Annals of Oncology: Official Journal of the European Society for Medical Oncology / {ESMO}. 2009;20(2):358-364.

9. Thonneau P, Almont T, de La Rochebrochard E, Maria B. Risk factors for {IUD} failure: results of a large multicentre case-control study. Human Reproduction {(Oxford,} England). 2006;21(10):2612-2616.
| More

0 komentar:

Posting Komentar

Sponsor :

Entri Populer

 

Suhardi | Copyright © 2009 - Blogger Template Designed By BLOGGER DASHBOARD